Skip to main content

Penilaian



 
Penilaian yang gue maksud disini bukan hasil dari beberapa mata pelajar di sekolah atau penilaian terhadap proses seseorang dalam meraih sesuatu. Tapi, sebuah penilaian fisik yang dilakukan oleh orang-orang disekitar gue, baik nyata ataupun maya.

Awalnya gue juga sama, gue memberikan penilaian terhadap fisik orang-orang yang gue kenal sekalipun orang yang gue temui secara random. Gue berpendapat kalau ternyata jidat dia lebih lebar daripada gue, gue menyimpulkan warna bibir dia lebih gelap dari warna normal bibir, gue ngoceh tanpa henti menilai fisik orang-orang yang ada dihadapan gue, tak terkecuali dengan diri gue.

Setiap di depan kaca, gue selalu  mengomentari muka gue, warna kulit gue, jerawat gue, semuanya sampe-sampe gue merasa nggak bersyukur banget dan akhirnya gue sadar bahwa hal yang selama ini gue lakukan sangat tidak berguna dan hanya melukai orang yang bersangkutan.

Dan setelah gue merubah pola pikir gue, mengubah pandangan gue, ketika gue sudah enggan memberikan penilaian terhadap fisik orang lain, ketika gue sudah mensyukuri diri gue, dan ketika gue sudah percaya diri atas semua yang ada di dalam diri gue, orang lain menjatuhkan gue.

Ternyata, disaat gue sudah berubah, pola pikir dan pandangan gue sudah berubah, kenyataannya lingkungan gue belum berubah, teman-teman gue dan yang lainnya belum berubah, mereka masih menjadikan fisik sebagai topik utama, sebagai bahan pembicaraan pertama yang seakan-akan fisik itu hal paling penting. Coy! Buka pikiran! Ada hal yang lebih penting dari sekedar fisik, ada hal yang lebih berguna untuk diperbincangkan dari sekedar fisik, lalu untuk apa masih terus memberikan penilaian?

Memang bagaimana cantik yang sebenarnya? Bagaimana fisik yang sempurna? Bukankah kita sendiri yang membuat standar kecantikan? Dan, menurut gue, setiap orang memiliki kecantikan dan fisik yang sempurna masing-masing. Jangan membandingkan gue dengan dia, lalu dengan mudah memberikan penilaian tentang fisik gue dengan dia, sangat tidak berguna.

Gue nggak paham kenapa bisa teman-teman gue memberikan penilaian terhadap orang banyak termasuk terhadap gue, mereka selalu bilang muka gue jerawatan, jidat gue luas, badan gue kecil, pendek. Without thinking kalau omongan mereka itu menyakitkan. Iya, gue emang selalu senyum-senyum kalau dikatain, but u never know my heart feels. Gue senyum, sok kuat, tapi lama-lama penilaian terhadap fisik nggak bisa dibiarin. Lama-lama bakalan jadi kebiasaan, kebiasaan melukai seseorang dengan menilai fisiknya.

Mungkin memang harus diingatkan lagi, kalau gue juga manusia, yang tidak bisa memilih untuk menjadi ini-itu, yang tidak bisa memilih ingin fisik dan wajah seperti ini-itu, dan yang terpenting adalah gue juga manusia yang punya perasaan dan bisa saja terluka dengan perkataan yang kalian anggap “biasa-biasa” saja.

Gue juga pernah punya pengalaman yang bener-bener bikin gue down, gue diragukan masuk sebuah sekolah karena tinggi gue kurang, padahal nilai gue memenuhi. Gue paham, mungkin kalian ketawa-ketawa aja baca tulisan ini, setelah itu dibahas saat ketemu langsung dengan gue, tanpa berpikir apakah gue terluka atau tidak, tanpa berpikir apakah gue tersinggung atau tidak.

Dan suatu hari, gue sengaja stalk akun seorang model, laki-laki. Ketika gue scroll kolom komentar disalah satu postingan dia, gue merasa miris. Yap! Semua orang, yang menurut gue bukan orang Indonesia, karna mereka menggunakan bahasa-bahasa asing, memuji orang ini, sama sekali tidak menjatuhkan, atau menghina fisik sedikitpun. Sampai akhirnya, gue menemukan orang Indonesia yang semuanyaa! Semuanyaa! Menghina dia. Bilang kalau muka dia aneh, bentukya gak seimbang, pokoknya semua kata-kata yang menghina fisik dia.

Gue super miris, gila, orang Indonesia ini mungkin sudah lupa bagaimana bertutur kata yang baik. Gue tau dia nggak akan ngerti dengan hinaan-hinaan yang diberikan. Tapi gue tetep malu, demi tuhan, malu. Mungkin, orang Indonesia lupa tentang lebel “Indonesia Ramah”. Orang asing dengan mudahnya melebeli kita sebagai orang-orang ramah. But maybe they dunno bout betapa kasarnya orang Indonesia menghina mereka, bahkan menghina temannya sendiri.

Gue juga sering, denger orang-orang di sekitar gue memanggil yang lainnya dengan sebutan sesuai fisiknya masing-masing. Sebagai contoh, gue dipanggil pendek, atau temen-temen gue yang dipanggil item, kurcaci, gajah, atau panggilan-panggilan aneh lainnya.

Sekarang gue sadar, betapa buruknya diri gue yang pernah melakukan hal demikian. Betapa nggak punya hatinya gue saat gue melakukan hal yang sama. Dan sekarang, gue ingin bukan hanya gue yang berubah, tapi kalian yang ada di sekitar gue, ayo, kita jadi generasi ramah! Karna, Indonesia Ramah!

Kenapa senang sekali menghujat orang? Kenapa senang sekali memperbincangkan fisik seseorang? Kenapa melihat orang hanya dari fisiknya saja? Siapakah kita? Sudah sempurnakah?

Gue hanya ingin mengubah cara pandang, jangan jadikan fisik sebagai pembahasan utama, ada banyak hal yang jauh lebih berguna dari itu. Dan cobalah untuk mengerti bagaimana perasaan orang yang kita berikan penilaian. Semoga tulisan ini bisa membuka pikiran semuanya.

Bubay!

Comments

Popular posts from this blog

Pikiran Kotor

Akhirnya! gue bisa ngerasa lega karna gue bisa beropini sesuka dan sebebas gue selama gue tidak merugikan orang lain, itu menurut gue. Gue kesel dan bawaannya pengen beragumen kalo gue gaul bareng orang-orang yang berpikir negatif tentang orang lain. Heran aja gue, selama ada pikiran positif ya kenapa juga harus berpikir buruk tentang orang lain. Sebagai contoh pertama, gue sebagai perempuan yang pake jilbab atau orang diluar sana yang juga sama kaya gue, pasti sering banget di-nyinyir-in. Gue ga paham aja, gue yang terlalu baper atau pikiran mereka yang terlalu kotor. Pikiran kotor yang ngga pernah berpikir mengenai segala sesuatu dengan pandangan yang baik. Baru aja kemarin, temen gue perlu kuliahan gitu, dengan penuh percaya diri dan sikap sok tau, dia bilang kalo kita sebagai perempuan yang pake jilbab kudu jilbab-in hati dulu, it means kepala belakangan setelah hati, gitu? Kuno! Anak zaman sekarang itu ngga kayak gitu, ngga benerin akhlak d...

It's enough..

Lagi-lagi gue dapet kabar yang kali ini udah bikin gue muak. Gue sering banget dapet cerita korban-korban pelecehan seksual yang disalahkan. Demi tuhan gue ga tau lagi harus dengan cara apa gue menyadarkan mereka. Masih ada manusia yang nggak berotak kayak gini di jaman secanggih ini. Kayaknya yang berkembang teknologi doang, otak manusia masih aja nggak berkembang dan jauh dari kata cerdas. Terus apa sekarang? Salah karna nggak nutup aurat? Terus gue yang udah nutup aurat kenapa masih jadi korban pelecehan? Apa lagi? Apa lagi yang salah dari kita sebagai perempuan? Tolong otak mesumnya dibuang jauh-jauh. Kenapa? Masih mau membela diri kalau perempuan itu sendiri yang bikin nafsu? Kalau emang bisa gunain otaknya dengan baik dan benar, menurut gue nggak akan ada tuh rasa nafsu dengan perempuan lain yang jelas-jelas nggak ada hubungan yang terikat dan sah dengan diri lo. As simple as jangan menyalahkan korban dan menyudutkan korban itu sendiri, sih. As simple as that. Dan gue baru ...

(Bukan) Manusia

Kenapa masih ada manusia sejenis ini ya? Banyak, bukan satu--dua orang. Kerjaannya ngehina-hina, apa aja dibawa. Mau ngebercandain, malah bawa-bawa orang tua, bawa-bawa organisasi. Gue juga kesel, kenapa kalau ada kesalahan, selalu jadi bahan olok-olok, jadi bahan ejekan. Nggak pernah mikir apa? Nggak ada suatu hal yang sempurna! Emang udah seberapa sempurna lo jadi orang baik? Yang nggak pernah punya kesalahan. Maaf ya, kalau emang lo orang baik--ngerasa baik, lo nggak akan seenaknya hina-hina orang. Diam itu emas. Nggak! Diam itu nggak selalu emas! Manusia sejenis ini, kalau didiemin makin menjadi-jadi. Buktinya? Gue! Gue yang dulu ketawa-ketiwi santai aja kalau dihina. Tapi nyatanya, lama-lama ini manusia malah makin nggak punya hati! Nggak punya otak! Ya artinya emang harus dilawan. Lo kira lo siapa? Kenapa? Kenapa kalau gue marah-marah? Kalau emang lo nggak suka gue marah, yaudah! Jangan bikin gue marah dengan hina-hina gue! Terlebih bawa-bawa orang tua, bawa-bawa organi...